Personal Phylosophy - Terdampar Di Pulau Harapan

Bagian tersulit dalam sebuah perjalanan panjang adalah di tengah perjalanan, bukan? Di awal, semua terasa begitu indah dan meyakinkan. Kita penuh dengan optimisme. Di akhir, kita bisa melihat ke belakang dan bersyukur atas semua yang telah terjadi. Tetapi di tengah? Di tengah adalah masa yang penuh pertanyaan.

Benarkah perjalanan yang saya tempuh ini? Benarkah belokan terakhir yang saya ambil itu, atau jangan-jangan saya seharusnya mengambil belokan yang lain? Akankah saya tiba sebelum malam? Akankah semuanya baik-baik saja?

Keadaan mungkin akan lebih menyenangkan ketika banyak orang mengambil jalur yang sama, tetapi ketika perjalanan itu adalah perjalanan yang tidak populer, maka tekanan dari pertanyaan-pertanyaan di atas akan berlipat ganda. Kenapa? Karena kita sendirian! Menemukan rekan seperjalanan bukanlah hal yang mudah. Kalau sampai ada satu saja, itu adalah anugerah yang luar biasa dari Tuhan.

Saya percaya bahwa setiap orang diciptakan unik oleh Tuhan, setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing, setiap orang punya ceruknya sendiri untuk ia kerjakan selama hidupnya dan yang menjadi warisannya bagi umat manusia setelah kematiannya. Tetapi, mengerjakan porsi kita yang unik itu bukanlah mudah bukan?

Dua tahun menjadi guru honorer telah menambah warna kehidupan saya. Pilihan yang sempat saya ragukan itu perlahan-lahan mengubah hidup saya kearah yang lebih baik. Menjadi seorang guru memang sangat melatih kesabaran, melatih keikhlasan dan kesederhanaan, serta mendapat bonus amalan ibadah. Insya Allah. Walaupun pada kenyataannya kemantapan saya untuk menjadi guru tak diiringi dengan peningkatan kesejahteraan. Honor yang jauh dibawah Upah Minimum Regional (UMR) menjadikan saya pribadi yang sederhana, namun tak sesederhana do’a dan cita-cita saya yang ingin menjadi manusia sukses.

Malam itu saya mendapat telpon dari teman seperjuangan saya, teman yang jalan hidupnya didunia pendidikan tidak jauh berbeda dengan saya. Dia menyarankan saya untuk ikut bersama mendaftar program beasiswa PPGT.

Tersisa waktu 2 hari untuk pendaftaran program beasiswa PPGT, dan dalam jangka waktu tersebut saya mencari informasi tentang kejelasan program yang di sekolah tempat saya mengajar tidak ada informasi mengenai program ini, hingga akhirnya pada malam terakhir penutupan pendaftaran saya mencoba untuk mendaftarkan diri.

Tak besar harapan saya saat itu untuk bisa masuk dan mendapatkan beasiswa PPGT. Selain karena saya tidak mendapatkan banyak informasi tentang kejelasan program ini, saya juga merasa tidak percaya diri dengan latar belakang pendidikan saya yang bukan dari Perguruan Tinggi terkemuka. Namun Allah selalu punya kehendak, tanpa diduga saya berhasil melewati serangkaian test akademik dan test wawancara di Universitas Pendidikan Indonesia dan harus mengikuti pendidikan selama 1 tahun di Jakarta.

Pilihan berat kembali harus saya hadapi. Pilihan untuk tetap mengajar didaerah saya dengan honor seadanya, atau mengikuti PPGT yang menawarkan harapan yang lebih manis, tapi tanpa kepastian dan jauh dari rumah.
Faktor jaraklah sebenarnya yang paling membuat pilihan ini berat. Ratusan kilo meter jarak antara Pangandaran dan Jakarta harus saya tempuh. Jauh dari rumah, jauh dari teman-teman dan tentunya jauh dari orangtua. Namun keputusan harus segera diambil. Berbagai motivasi dan dukungan dari rekan-rekan dikantor terus berdatangan. Izin dari kedua orangtuapun telah saya dapatkan. Hingga akhirnya saya mantap untuk menuju Jakarta.

Tanggal 6 September 2013 saya berangkat ke Jakarta. Kota yang menawarkan sejuta harapan. Kota yang akan merubah keseharian saya sebagai pengajar menjadi pelajar, tepatnya menjadi mahasiswa di  Universitan Negeri Jakarta (UNJ).

Suka duka mengajar di SMK Pasundan Cijulang harus terhenti sejenak. Saat ini saya tengah mengikuti program beasiswa Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPGT) yang dikhususkan untuk Guru Produktif  SMK dan Lulusan Sarjana yang ingin menjadi guru profesional.

Genap 30 hari lamanya saya disini, bertemu dengan orang-orang baru, bertemu dengan suasana baru, yang semuanya harus saya seimbangkan. Tendampar di pulau harapan bernama PPGT.

Post a Comment