Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif || Guru Penggerak



Pada kesempatan kali ini ijinkan saya menyampaikan kesimpulan dan refleksi mengenai peran kita dalam menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah. Begitu cepat waktu berlalu, kita telah mendampingi murid kita untuk tumbuh dan berkembang, dan kita sadari bahwa sekolah seyogyanya mengembangkan budaya positif untuk membangun karakter anak yang sesuai dengan profil pelajar pancasila.  

Kita telah belajar bersama tentang filosofi ki hajar dewantara, Ki Hajar Berkata "Pendidikan adalah tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat berkebangsaan". Sekolah yang kita diami saat ini di anggap oleh masyarakat (dalam hal ini orang tua siswa) sebagai tempat PERSEMAIAN untuk menumbuhkan benih (siswa) untuk tumbuh, hidup dan berkembang menjadi benih yang baik. Tempat persemaian benih ini diharapkan mengantarkan cita-cita setiap benih untuk membentuk sebuah kebudayaan sebagai peradaban bangsa yang kita harapkan melalui pendidikan.

Filsafat  kedua Ki Hajar Dewantara yaitu Perubahan Bagi KHD kebudayaan itu selalu berubah, dinamis tidak boleh statis. Dalam pemeliharaan kebudayaan harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Pendidikanpun sama harus bergerak sesuai zaman. Apabila kita maknai terkait pemikiran ki hajar dewantara kita sebagai pembelajar berkewajiban memberikan pengajaran kepada siswa kita untuk memberikan ilmu yang berpaedah untuk kecakapan hidup secara lahir dan batin, juga menuntun segala kodrat yang ada pada anak. agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Peran kita sebagai guru pengerak yaitu mampu menumbuhkan sekolah yang berpihak kepada murid. Seperti yang kita ketahui pendidikan itu selalu berubah dan akan terus berubah. Dengan pesatnya kemajuan teknologi akan mempersempit pertukaran, ilmu ,informasi, bahkan pertukaran budaya akan terjadi. Baik budaya positif atau budaya negatif. Hal ini akan menjadi tantangan untuk kita agar mampu menyaring nilai budaya yang masuk supaya budaya yang sudah ada tidak tergerus oleh zaman.

Disinilah kita di tuntut untuk memaknai tujuan pendidikan kita sehingga kita bisa menempatkan Profil Pelajar Pancasila sebagai acuan pendidikan kita. Kita sebagai pendidik hanyalah manusia biasa, dan kita sadari bahwa sebagai pendidik di pengaruhi oleh interaksi dan cara kerja pikiran kita serta emosi sebagai aspek intrinsik dengan aspek ekstrinsik dalam suatu lingkungan pembelajar. Di masa mendatang, Guru Penggerak diharapkan dapat memainkan peran-peran memimpin perubahan dalam ekosistem pendidikannya masing-masing. Dengan harapan mampu mengembangkan diri sendiri dan orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin manajemen sekolah, serta memimpin pengembangan sekolah.

Kita juga berfokus sebagai pemimpin yang menggerakkan diri, sesama, serta lingkungan-masyarakat untuk mewujudkan sekolah yang berpihak pada murid. Sebagai Guru Penggerak kita memiliki peran di lingkup kelas-sekolah dan lingkungan-masyarakat. Peran yang pertama yaitu “Pemimpin Pembelajaran” kita diharapkan mampu mendorong terwujudnya wellbeing dalam ekosistem pendidikan di sekolah. Selanjutnya menjadi “coach” bagi guru lain, terutama yang terkait dengan peningkatan kualitas pembelajaran bagi murid di sekolah. Secara sederhana “berkolaborasi”, Guru Penggerak harus punya pandangan apresiatif yang memungkinkan pengungkapan potensi positif rekan yang lain. Mereka membuka lebih banyak ruang dialog positif antar guru, antara guru dan pemangku kepentingan baik di dalam maupun di luar sekolah demi meningkatkan kualitas pembelajaran bagi murid. Guru Penggerak diharapkan mengambil peran untuk “mewujudkan kepemimpinan murid”.  Terakhir Guru Penggerak diharapkan dapat mengambil peran untuk menggerakkan komunitas praktisi di sekolah dan di wilayahnya. Agar komunitas praktisi dapat berjalan secara berkesinambungan.

Dalam menghadapi perubahan zaman guru perlu terus berlatih meningkatkan kapasitas dirinya dalam memvisualisasikan harapan, menggandeng sesama dan mentransformasikannya menjadi harapan bersama. Guru dapat mendesain lingkungan belajar yang memungkinkan tumbuhnya murid yang memiliki kemandirian dan motivasi intrinsik yang tinggi. Segala upaya gotong-royong yang diperlukan demi pencapaian harapan bersama tersebut merupakan visi kita. Visi kita sekarang adalah masa depan murid kita. Masa depan murid kita adalah masa depan bangsa kita, Indonesia. Secara tidak langsung juga membantu sekolah untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan, misalnya saja profil murid dan lulusan dalam visi mampu memberikan gambaran mengenai Standar Kompetensi Lulusan sekolah mereka. Dari sini kita tahu betapa pentingnya pendidik memiliki visi, dan mengembangkan visi untuk mewujudkan keberpihakan pada murid-murid, sehingga murid kita bertumbuh dengan maksimal mencapai keselamatan dan kebahagiaan sesuai dengan kodratnya.

Kita telah belajar bersama tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Untuk mendukung semua itu kita perlu memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk membantu kita mencapai visi guru penggerak. sebagai pemimpin pembelajar kita diharapkan mampu menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya positif yang berpihak pada murid.

Peran kita dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan konsep-konsep inti seperti disiplin positif, motivasi perilaku manusia (hukuman dan penghargaan), posisi kontrol restitusi, keyakinan sekolah/kelas, segitiga restitusi.

Modul ini saya mempelajari strategi menumbuhkan lingkungan yang positif saya memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang berpihak pada murid. Selanjutnya saya akan mengeksplorasi suatu posisi dalam penerapan disiplin, salah satu posisi kontrol yang di terapkan yaitu dinamakan ‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’ menjalankan pendekatan disiplin yang dinamakan Restitusi. Di sini Anda akan mendalami bagaimana pendekatan Restitusi fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka. Hal yang paling menarik yaitu kita bisa membuat murid memperbaiki kesalahan tanpa membuat mereka sakit hati.

Cara pandang saya berubah drastis tentang budaya di sekolah. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya. Setiap guru dan tenaga kependidikan memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar sepanjang hayat.

Ketika saya mencoba menerapkan di kelas, penerapan dispilin yang dilakukan dalam situasi merdeka bukan keterpaksaan. Artinya, siswa sendirilah yang menginginkan dirinya menaati peraturan sesuai dengan keyakinan universal atau keyakinan sekolah dan kelas.

Pada akhirnya yang saya rasakan keinginan untuk melaksanakan keyakinan universal yang datang dari siswa atau kita sebut motivasi internal tersebut dapat diwujudkan dengan Restitusi. Restistusi adalah upaya mendisiplinkan siswa tapi dengan cara siswa sendiri yang menyelesaikan masalahnya dan membuat mereka bertindak sesuai dengan keinginan ideal yang didasarkan pada keyakinan kelas.

Namun memang semua itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Hal tersebut tentu akan berjalan dengan semestinya ketika guru menempatkan diri sesuai dengan posisi kontrol yang tepat. Posisi kontrol guru yang terbaik adalah posisi seorang manajer, yang perlu di perbaiki adalah kapan kita meletakan posisi kontrol yang tepat dalam menghadapi siswa kita

Sebelum mempelajari modul budaya positif ini, secara tidak sadar menerapkannya, seperti memvalidasi tindakan, berusaha menstabilkan identitas, bahkan dengan menanyakan keyakinan. Tekadang dengan nada tinggi tapi menyampaikannya seperti “Kamu mau jadi orang seperti apa?”. Bahkan di tambah embel embel ko kamu nakal sekali. Tapi setelah mempelajari modul ini kita tahu proses restitusi yang sebenarnya.

Selain konsep yang sudah tertuang dalam modul ini kita juga, harus bisa menyesuaikan posisi kontrol dan penerapannya sesuai dengan budaya yang ada di kita. Kita tidak bisa menyamakan penerapan metode ini dengan daerah lain. Maka dari itu kita tidak boleh lupa akan akar nilai budaya yang hakiki dari masyarakat, kemajuan dari perubahan itu sendiri harus berakar dari nilai budaya pada masyarakat tersebut.

Demikian refleksi yang bisa saya sampaikan, dan sebagai seorang pengerak hendaklah memahami pemikiran KI Hadjar Dewantara mengenai tujuan dan asas pendidikan, bertransformasi dalam dunia pendidikan, dengan menerapkan nilai nilai profil pancasila, juga mempunyai rencana dan visi untuk perubahan dalam pendidikan, dengan mengimplementasikan prilaku positif.

SALAM GURU PENGGERAK, TERGERAK, BERGERAK, MENGGERAKAN

Kaddy Miharjaya PGP angkatan 5

Kab. Situbondo